Berita

Doa Bersama Dalam Rangka Mengenang 100 Hari Wafatnya Abah Mukhlas Dan Haulnya Umi Adzkiya

Alhikmahdua.net Mengenang 100 hari wafatnya  KH. Mukhlas Hasyim dan haulnya Nyai Hj. Adzkiya, Pondok Pesantren Al Hikmah 2 mengadakan khataman Al-Qur’an dan do’a bersama. Acara diadakan selama dua hari, dimulai pada hari Senin, 15 Februari 2021 pagi hari sehabis subuh diawali dengan simakan Al-Qur’an yang bertempat di ndalem baru Pondok Pesantren Al Hikmah 2. Adapun yang disimak adalah anak dan mantu mantu dari beliau Nyai Hj. Adzkiya serta warga Desa benda. Sedangkan para penyimaknya adalah para santri putri Ma’had ‘Aly serta santri takhasus (penghafal Al-Qur’an). Simakan ini berlangsung hingga waktu Maghrib. Kemudian pada malam harinya dilanjutkan dengan pembacaan Yasin dan Tahlil oleh para santri di kompleknya masing masing. Puncak acara ini dilaksanakan pada hari Selasa, 16 Februari 2021.

 Selasa Pagi sehabis subuh, setelah pengajian sentral di Masjid An Nur dengan kajian Kitab Ta’lim Muta’alim beliau sedikit menceritakan tentang sifat sifat Ibu beliau (Nyai Hj. Adzkiya) yang patut kita teladani. Diantaranya yaitu sifat lomannya (kasih sayang) beliau. Ini tercermin dari kesaksian belaiu, Abah Sholah sebagai anaknya pernah meyaksikan saat beliau sengaja membelikan baju baru yang harganya sedikit mahal, beliau membeli baju tersebut bertujuan supaya orang yang melihatnya senang. Pernah suatu ketika setelah beliau membeli baju tersebut, beliau langsung menanyakan kepada salah satu orang yang yang berkunjung ke rumahnya, kemudian orang tersebut mengatakan bahwa baju tersebut bagus. Kemudian saat orang tersebut pulang, beliau, Nyai Hj. Adzkiya langsung membungkus dam membawakan baju tersebut untuk di bawa pulang oleh orang yang tadi berkunjung ke rumah beliau. Meskipun beliau baru mengenakannya beberapa kali. Itu menunjukan sifat lomanya beliau terhadap sesama. Kemudian diceritakan lagi oleh Abah Sholah, beliau Nyai Hj. Adzkiya seringkali menawarkan makanannya kepada para tetangga saat tetangganya belum memasak makanan pada hari itu dan beliau mengatakan “Tidak usah masak hari ini, biar makan makanan ini saja”. Selain itu beliau Nyai Hj. Adzkiya juga mempunyai semangat belajar yang tinggi, buktinya meskipun beliau sudah mempunyai anak pertama (Abah Sholah) tetapi beliau masih mengenyam pendidikan di salah satu sekolah. Demikianlah beberapa sifat yang Nyai Hj. Adzkiya miliki yang bisa kita tiru dalam hidup kita.

Kemudian  sebelum doa bersama, di ndalem baru diadakan simakan khataman Al Qur’an kembali dari jam 08.00 WIB sampai selesai. Setelah itu puncak acara dimualia pada pukul 10.00 WIB yaitu tahlil dan doa bersama. Semua santri dan para guru madaris berkumpul di Masjid An Nur, adapun santri putra berkumpul di Gor Al Hikmah, sedangkan para pengasuh berada di ndalem baru. Acara berlangsung sangat khidmat. Setelah doa selesai, Abah Sholah, begitu sapaan hangatnya beliau memberikan sambutan pada akhir acara, beliau memberikan sambutan serta mengenang beberapa sifat Abah Mukhlas, beliau menceritakan bagaimana kesederhanaan sosok abah Mukhlas seperti saat beliau diminta untuk menjadi menantu dari Abah Yai Masruri. Pada saat itu beliau Abah Mukhlas sedang berada di Singapura dan akhirnya beliau akan memberikan jawaban serta akan kembali ke Indonesia kurang lebih 1 bulan. Tapi ternyata kurang lebih satu minggu berselang beliau pulang dan hal itu membuat ayah beliau kebingungan ‘Mau apa kamu pulang?’ Beliau Abah Mukhlas mengatakan bahwa beliau akan dinikahkan dengan adik dari Abah Sholah, kemudian Ayahnya Abah Mukhlas menanyakan kepada Abah Mukhlas ” Harta apa yang kamu miliki yang bisa digunakan untuk mahar? Kamu saja tidak punya apa-apa.”Kemudian Abah Sholah Matur kepada Abah Yai Masruri. Setelah Itu Abah Yai Masruri menanyakan kembali kepada Abah Mukhlas bahwa apa yang beliau miliki untuk dijadikan mahar, Abah Mukhlas menjawab bahwa beliau tidak memiliki apapun yang bisa dijadikan mahar, beliau hanya memiliki sebuah jam tangan, lalu Abah Yai Masruri mengiyakan jam tersebut untuk digunakan sebagai mahar, setelah itu Abah Mukhlas melaksanakan akad nikah dengan menjadikan jam tangan tersebut sebagai mahar. Dari situlah tercermin bahwa Abah Yai Masruri memilih Abah Mukhlas sebagai menantunya bukan dari segi materi tetapi dari segi ilmunya. Begitu pula kami sebagai santrinya memandang sosok Abah Mukhlas dengan segala kesederhanaannya.

Pen : Laeli Awaliyah, Mela Khusnunnajda Agustin

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button