Sejarah

SEJARAH BERDIRINYA

  1. Periode Perintisan

Pada tahun 1911 yang merupakan tahun berdirinya pondok pesantren Al Hikmah Benda, Sirampog, Brebes. Bermula dari sepinya Desa Benda dan sekitarnya dari pendidikan agama khususnya. K.H. Kholil bin Mahali mulai merintis pendidikan agama. Meskipun metode yang digunakan masih sangat sederhana, yaitu sistem door to door (dari pintu ke pintu). Saat itu K.H. Kholil bin Mahali baru kembali setelah menuntut ilmu dari beberapa peantren di Jawa. kondidi masayarakat Desa Benda masih rendah dalam hal kualitas  pengetahuan dan pengalaman agama Islam. Beliau menerapkan metode Qur’ani dengan mengunjungi rumah-rumah penduduk untuk memberikan pelajaran dan bimbingan tenteng hidup dan kehidupan menurut ajaran Islam. Disamping mengajar di rumah sendiri, Beliau juga mengunjungi surau-surau yang ada untuk berdakwah dan memberikan pelajaran.

Pada tahun 1922 keponakan Beliau baru pulang dari menuntut ilmu di Mekkah yaitu K.H. Suhaimi Abdul Ghani. K.H. Kholil dibantu K.H. S uhaimi secara bersama-sama menangani Desa Benda dan sekitarnya. Mereka berdua berupaya merubah keadaan masyarakat Desa Benda dari keterbelakangan menjadi setingkat lebih maju, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, kebudayaan, terutama kebudayaan agama.

Pada periode ini, K.H.Suhaimi mulai membngun asrama santri sebanyak 9 ruang kamar. Hal tersebut disebabkan oleh karena sntri yang berasal dari luar daerah Benda, jumlahnya semakin meningkat, dan untuk menampung mereka didirkanlah pondok atau asrama. Dari sinilah kemudian dikenal “Pondok Pesantren Al Hikmah”.

Menurut K.H.Said Aqil Siraj, kebanyak pondok pesantren lebih dikenal berdasarkan tempat berdirinya pondok pesantern tersebut, bukan dari nama pondok pesantrennya. Begitu juga dengan pondok pesantren Al Hikmah yang dikenal dengan sebutan “Pondok Pesantren Benda” sesuai dengan nama desa tempat berdirinya pondok tersebut.

2. Periode Pertumbuhan

Periode ini merupakan masa-masa pertumbuhan setelah periode yang pertama. Sebagai tindak lanjut pengembanga pondok pesantren Al hikmah setelah 19 tahun sejak pertama kali dirintis, pada tahun 1930 mulai dirintislah sistem pendidikan secara klasikal, yaitu dengan mendirikan Madrasah Ibtidaiyah dengan nama Madrasah Ibtidaiyah Tamrinussibyan. Tidak sia-sia pembinaan yang dilakukan selama bertahun-tahun oleh Beliau berdua. Hal ini terbukti pada tahun 1932 dari sejumlah santri yang menghapal Al Qur’an, sudah ada lulusan santri yang khatam bil ghoib.

Seiring dengan perkembanga tersebut, maka kegiatan pesantren ini menjadi lebih kompleks dan semarak. Kegiatan yang ada di pondok pesantren, tidak hanya sebatas menghapal Al Qur’an tetapi sudah dibarengi dengan pendalaman dan pengajian kitab kuning oleh tenaga-tenaga muda alumni dari dari berbagai pesantren. Penyelenggaraan pendidikan Al Hikmah hingga tahun 1947, dapat dikatakan berkembang pesat. Bahkan selama periode itu, pihak pesantren ini juga sempat mengembangkan program secara lebih ragam, yaitu bidang Qiro’atul Kutub, Qiro’atul Qur’an: Binnadzor, Bilghoib, Bittaghoni (membaca Al Qur’an dengan dilagukan), sistem madrasah (klasikal), majelis taklim untuk umum, dan dakwah keliling ke berbagai daerah. Sampai pada masa revolusi kemerdekaan, para santri dan masyarakat basis sosial pondok pesantren Al Hikmah dibawah pimpinan Kyai Pengasuh pesantren ikut terlibat mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tahun 1945. Keterlibatan santri dan Kyai beserta segenap masyarakat desa Benda dan sekitarnya dalam mengusir penjajah Belanda pada akhirnya mengganggu jalannya aktivitas pendidikan pondok pesantren Al Hikmah.

Dengan adanya peristiwa itu, maka pendidikan di pobdok pesantren Al Hikmah pun ikut terhenti. Hal tersebut disebabkan karena beberapa Kyai dan Ustadz yang ditangkap oleh Belanda dan beberapa diantaranya terbunuh. Orang yang terbunuh tersebut antara lain adalah K.H.Ghozali, H.Miftah, K.H.Mashudi, dan beberapa santri lainnya. Setelah kondisi politik dan keamanan kembali normal, K.H.Kholil dan K.H.Suhaimi membangun kembali pondok pesantren yang telah dibakar oleh Belanda, dengan bantuan masyarakat dan para santrinya. Para santri mulai kembali ke pondok pada tah8n 1952.

3. Periode Pengembangan

K.H.Kholil bin Mahali wafat pada tahun 1955, dan beberapa tahun kemudian disusul oleh K.H.Suhaimi. Kepemimpinan pondok pesantren diteruskan oleh K.H.Masruri Abdul Mughni yang meruoakan cucu dari K.H.Kholil bin Mahali dan dibantu oleh K.H.Shodiq Suhaimi, ptra dari K.H.Suhaimi.

Dibawah kepemimpinan dua Kyai muda ini, pondok pesantren Al Hikmah mengalami laju perkembangan yang pesat, dengan didirikannya lembaga-lembaga pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan tersebut hingga tahun 2000 telah berjimlah 14 sekolah.

Pada tahun 1964, dibawah kepemimpinan Kyai muda ini, pondok pesantren Al Hikmah membuka program baru yang pada periode sebelumnya tidak ada. Diadakannya pendidikan untuk santri-santri putri, dan didirikannya asrama putri, adalah kebijakan baru yang dilakukan oleh kedua Kyai muda ini. Diadakannya pendidikan santri putri juga memnclkan peranan baru dari Nyai di pondok pesantren Al Hikmah.

Peran Nyai yaitu menjadi pengajar, pengasuh dan mengawasi santri putri. Di pondok pesantren Al Hikmah, terdapat 3 Nyai, yaitu 2 istri dari K.H.Masruri Abdul Mughni (Nyai Hj. Adzkiya Bayyinah (Almarhumah) dan Nyai Hj. Wiwi Musdalifah), serta istri dari K.H.Shodiq Suhaimi yaitu Nyai Ulfatunnisa (Almarhumah).

Kyai Masrurui Abdul Mughni yang dalam keseharian selalu dipanggil “Abah Yai” ini dikenal masyarakat desa Benda dan masyarakat kabupaten Brebes sebagai pendidik yang memiliki sifat sabar dan wira’i. sehari-hari lebih suka mengajar santri, dan masyarakat  daripada hanya mengatur santri. Buat kyai yang sudah memiliki keturunan 20 anak dan 16  cucu ini berprinsip jangan jadi kyai “direktur” alias hanya mengatur pesantren di belakang meja. Jadilah kyai yang betul-betul mengajar dan mendidik santri. Maka tidak heran jika berkunjung ke pesantren ini jarang sekali ditemui kyainya, karena kyainya sibuk sehari penuh dari ba’da shubuh sampai jam 24.00 WIB mengajar santri, dari santri tingkat rendah sampai santri tingkat tinggi (Ma’had Aly, AKPER dan STAIA). Sebelum terjun mengelola pesantren Alhikmah, kyai Masruri Abdul Mughni menimba ilmu di pesantren Rembang, Kediri, terus melanjutkan ke pesantren Tebuireng dan terakhir lama di pesantren Bahrul ulum tambakberas Jombang. Di samping sibuk mengelola pesantren, – kyai yang murah senyum ini ditunjuk oleh ummat nahdliyyin jawa tengah untuk menjadi Rois Syuriah wilayah jawa tengah.

Back to top button