Konsultasi AgamaKhazanah

Wanita Sebagai Tiang Negara, Hadis atau Bukan?

Permasalahan kini kian berkembang dalam berbagai lapisan masyarakat. Jika mereka dihadapkan suatu masalah, maka mereka akan menanyakan sumber dalil dari pemecahan masalah tersebut, agar tidak terjadi penyimpangan informasi. Berbagai pertanyaan seperti, “Dari mana asal perkataan ini?” “Apakah ada dalil yang melatarbelakangi permasalahan ini?” pun tak jarang muncul, dengan berbagai tuntutan akan kerincian keterangan, yang menyusul. Mereka menuntut kajian yang panjang agar dapat dipahami secara komperhensif atau keseluruhan dan tidak parsial. Salah satu pertanyaan itu adalah permasalahan mengenai ‘wanita sebagai tiang negara, hadis atau bukan?’

Pada zaman sekarang ini, muncul berbagai media dakwah, baik dalam bentuk ceramah langsung atau tulisan-tulisan yang tersebar dalam berbagai situs islam, seperti media pondok di beberapa pondok pesantren. Biasanya mereka menyampaikan dalil-dalil untuk menguatkan argumen, di antaranya dalil-dalil naqli yang diambil dari Al-Qur’an, hadis dan perkataan ulama. Namun, perlu diperhatikan, terdapat banyak hadis masyhur yang setelah diteliti ternyata hadis tersebut merupakan hadis palsu. Salah satunya adalah hadis mengenai ‘Wanita merupakan tiang negara’. Beberapa kali ditemukan bahwa ungkapan ini disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Sebagian kalangan menyampaikan dalam forum ceramah keperempuanan. Lantas apakah ungkapan ini termasuk hadis atau kalam hikmah?

Adapun ungkapan wanita tiang negara sebagai berikut:

الْمَرْأَةُ عِمَادُ الْبِلاَدِ إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَتِ الْبِلاَدُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَتِ الْبِلاَدُ

“Wanita adalah tiang negara, apabila wanita itu baik maka akan baiklah negara dan apabila wanita itu rusak, maka akan rusak pula negara.”

Perihal ungkapan ini telah disebutkan dalam buku Hadis-Hadis Bermasalah karya Ali Mustafa Yaqub Allahu Yarham sebagai hadis populer. Jadi, mestinya hadis ini bisa ditemukan dalam kitab yang mengumpulkan hadis-hadis masyhur. Dalam kajian ilmu hadis, hadis masyhur terkadang memiliki sanad, tetapi terkadang juga tidak memiliki sanad sama sekali. Ia hanya terkenal dari satu mulut ke mulut yang lain atau bahkan terkenal dalam satu kalangan tidak dengan kalangan yang lain.

Beliau mengatakan bahwa ungkapan ini tidak ada pada beberapa kitab hadis masyhur, seperti Al-Maqasid Al-Hasanah, Al-Durar Al-Muntasyariah, Al-Ghammaz Ala Al-Lammaz, Tamyiz Al-Muzil Al-Ilbas, dan beberapa kitab hadis lainnya. beliau sementara menyimpulkan bahwa ungkapan ini bukan termasuk hadis. Ungkapan ini sangat membuming di kalangan penceramah. Namun, tidak layak jika ungkapan ini disandarkan pada nabi, sedangkan belum ada sumber valid yang membuktikannya. Jika seseorang menganggap bahwa ini adalah hadis nabi, maka sama artinya dia telah menisbahkan sesuatu yang bukan ucapannya atau bisa dikatakan bahwa dia telah mendustakan nabi.

Setelah menelusuri mengenai sumber ungkapan ini, lantas bagaimana dengan isi atau maksud dari ungkapannya? Profil kaum perempuan dalam pandangan islam sangat istimewa. Jika dihubungkan dengan tiang negara, kaum perempuan ini disebut sebagai penyokong yang kuat. Dalam kitab Lisan Al-Arab kata ‘tiang’ diartikan sebagai sesuatu yang menyokong seperti tonggak panjang yang berfungsi untuk menyokong atau menyangga. Dari pengertian ini, bisa disimpulkan bahwa ungkapan ‘wanita sebagai tiang negara’ adalah sebagai bentuk pokok kekuatan dan penghidupan. Namun, makna ini bukan semata-mata sebagai penyokong tunggal moralitas bangsa ini. Tiang akan menjadi kuat jika didukung dengan komponen yang lain, seperti tembok, pondasi dan lainnya.

Istilah perempuan adalah tiang negara sebagai adagium (pepatah atau peribahasa) dalam khazanah dunia islam (Indonesia) terhadap kaum perempuan. Dalam komunitas sosial islam, perempuan ditempatkan sebagai sentral budaya masyarakat dalam berbangsa dan bernegara. Adagium ini harus dipahami secara komperhensif sebagai kiasan dan sekaligu kenyataan, dalam pengertian yang sesungguhnya. Artinya sebagai ‘tiang negara’ perempuan harus benar-benar dijaga kekohoannya, lahir dan batin.

Ungkapan ini juga mengisyarakatkan bahwa islam datang bukan untuk mendiskreditkan perempuan seperti perempuan kaum terdahulu sebelum datangnya islam. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan merupakan tiang rumah tangga yang mempunyai posisi vital di tengah-tengah keluarga. Bahkan, sampai pernah dikatakan “Ibu (perempuan) merupakan jantung rumah tangga”, yang artinya, tak ada makhluk hidup yang bisa hidup tanpa jantung, kecuali dengan izin Allah SWT. Begitu pula dengan sebuah rumah tangga dan sebuah negara.

Maka dari itu, perempuan harus bisa mewujudkan kualitas yang baik, lahir maupun batin, karena kualitas perempuan yang kokoh adalah mereka yang dapat mewujudkan keluarga yang bahagia, bukan justru melahirkan para perusak bangsa dan agama.

Berdasarkan artikel ini, hal-hal yang dapat disimpulkan adalah, kita harus lebih berhati-hati dalam mengambil sesuatu. Jangan tergesa-gesa dalam mengklaim sebuah hadis sebelum mempelajarinya secara komperhensif.

Penulis: Afni Miftah Khoiruunisa

Sumber Buku: Perempuan, Ruang Publik dan Islam ‘Telaah atas fiqh perempuan dan ruang perempuan dalam sejarah’, yang disusun oleh SDC (Self Development Club) 2022 MAPK Al Hikmah 2, PonPes Al Hikmah 2 Brebes.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button