Sejarah Lahirnya Syiah
Secara etimologis, as-syiah berarti pengikut atau pendukung. Sedangkan dalam terminology kajian sekte Islam, Syiah berarti orang-orang yang memberikan dukungan fanatik kepada sayyidina Ali bin Abi Thalib. Mereka berkeyakinan bahwa hanya Sayyidina Ali saja yang berhak menjadi khalifah, berdasarkan nash dan wasita dari Rasulullah Saw, baik secara tersirat maupun tersurat. Mereka juga berkeyakinan bahwa hak imamah ( menjadi pemimpin umat Islam) tidak akan keluar dari keturunan beliau. Dan bila ternyata imamah tidak dalam genggaman keturunan Sayyidina Ali RA berarti ada orang yang merampas hak khilafah tersebut, atau imam yang berhak sedang menerapkan taqiyyah. (As-Syahrastani, al milal wa an NIhal hal.146)
Munculnya aliran Syiah ini tidak lepas dari kisah seorang Yahudi yang masuk Islam. Dia bernama Abdullah bin Saba’ atau juga dikenal dengan Ibnu as Sauda’. Karena dialah orang yang pertama kali memunculkan kebencian dan hujatan terhadap Abu Bakar, Umar, Utsman dan para Sahabat, dengan mengaku diperintah oleh Sayyidina Ali. Akan tetapi ketika perilaku ini diketahui oleh Sayyidina Ali, beliau lantas agar Abdullah bin Saba’ dibunuh. Akhirnya, Abdullah bin Saba’ pun diasingkan ke Mada’in. (Al Qumi, Al Maqalat wa Al Firaq, hlm 20).
Saat Sayyidina Utsman RA menjabat sebagai khalifah, Abdullah bin Saba’ berulang-kali diasingkan dari komunitas Muslim. Mula-mula ia dibuang ke Basrah, kemudian diusir oleh Abadullah Amir dan melarikan diri ke Syam. Lalu diusir oleh Muawiyah, ia lari ke Mesir. Disanalah dia melanjutkan misinya. Ia menyebarkan propaganda untuk mempengaruhi banyak orang agar menghujat Utsman. Secara diam-diam, Abdullah bin Saba’ juga mengajak penduduk Mesir untuk memihak kepada Ahlul Biat. Dia menegaskan orang yang mendapat wasiat dari Rasulullah Saw untuk menjadi penggantinya.
Dalam propagandanya Abdullah bin Saba’ menyatakan Utsman RA telah merampas hak khilafah. Pencitraan onegatif terhadap sosok Sayyidina Utsman oleh Abdullah bin Saba’ diperkuat oleh kinerja para pejabat beliau di Mesir yang kurang memuaskan. Provokasi Abdullah bin Saba’ pada akhirnya menyebabkan mereka melakukan pemberontakan yang berujung dengan terbunuhnya Sayyidina Utsman.
Saat Sayyidina Ali menggantikan Sayyidina Utsman sebagai khalifah, persolan tidak serta selesai, tapi masih justru bertambah parah, sehinggga memicu konflik dalam skala jauh lebih besar. Terjadilah perang Jamal, perang Shiffin, disusul terbunuhnya Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA oleh Khawarij, lalu terbunuhnya Sayyidina Husain RA putra beliau, dalam tragedi Karbala.
Peristiwa-peristiwa ini memiliki peran cukup besar dalam menyuburkan doktrin-doktrin Abdullah bin Saba’. Kufah adalah sasaran utama dalam penyebaran fitnah dan propaganda ideologis atas nama kecintaan terhadap Ahlul Bait. Peristiwa-peristiwa itulah yang mereka jadikan sebagai momentum baru untuk memperkokooh propagandanya yang menghancurkan persatuan umat Islam (DR. Muhammad Kamil Al Hasyimi, Aqaid Asy Syiah fi Al Mizan)
Sumber : Trilogi Ahlussunah, Akidah, Syariah dan Tawasuf, hlm. 15 penulis Tim Penulis Batartama, Penerbit : Pustaka Sidogiri.