Biografi Ibnu Sina
Abu Ali Al Hussain Ibnu Abdullah Ibnu Sina, adalah seorang dokter Persia terkemuka, yang menjadi filsuf muslim serta perintis Ilmu kedokteran dunia. Lahir pada 980 di Bukhara, di Uzbekistan, Ibnu Sina mendapatkan dukungan dari kerajaan setelah mengobati Raja Bukhara dan Hamadan (Iran saat ini).
Ahli diagnosis, dengan nama Latin Avicenna ini, mengasah keterampilannya yang luar biasa, di bidang-bidang yang diabaikan oleh orang lain. Dia menggabungkan pengetahuan ilmiahnya dengan pertanyaan filosofis, yang dirinci dalam studinya, “Al Qanun fil-Tibb” (The Canon of Medicine) dan “Kitab Al Shifa β(Kitab Penyembuhan).
Penyelidikan filosofisnya kompleks, menggabungkan perspektif Aristotelian dan Platonis, dengan teologi Muslim. Paradigmanya canggih, membagi semua pengetahuan menjadi teori (matematika, fisika, kimia, astronomi dan metafisika) dan ilmu praktis (filsafat, etika, ekonomi dan politik).
Dokter muda Ibnu Sina berusia 13 tahun ketika dia memulai mempelajari ilmu medis, dan dengan cepat mendapatkan reputasi yang baik. Tiga tahun kemudian dia mendedikasikan semua usahanya untuk belajar kedokteran. Status sebagai seorang dokter terkenal kemudian sudah diraihnya saat berusia 18 tahun.
Dalam periode itu dia berhasil menyembuhkan Nuh Ibnu Mansour, Penguasa Samanids. Padahal semua tabib terkemuka saat itu sudah putus asa menangani penyakit Sultan Nuh II. Atas usahanya yang besar, tabib muda ini diperbolehkan mengakses perpustakaan sultan yang luas berisi manuskrip langka. Itulah yang memfasilitasi kegiatan penelitiannya.
Saat menginjak usia 22 tahun ayahnya wafat. Dia memutuskan pindah ke Jurjan dekat Laut Kaspia dan mengajar tentang logika serta astronomi. Kemudian dia pergi ke Rey dam Hamadan (keduanya di Iran sekarang). Menulis dan mengajar karya-karyanya jadi kegiatan utama dalam perjalanan ini.
Dari Hamadan, dia pindah ke Isfahan (sekarang di Iran tengah), dan menyelesaikan tulisan-tulisan epiknya. Namun akibat terus melakukan perjalanan, terlalu banyak mengerahkan tenaga mental, dan diperburuk oleh kekacauan politik, kesehatannya ambruk. Dekade terakhir dalam hidupnya, Ibnu Sina menghabiskan waktu untuk melayani seorang komandan militer Ala al-Dawla Muhammad.
Selain sebagai dokter, sastrawan umum, dan konsultan ilmiah, dia juga membantu selama komandan itu ikut dalam kampanye. Ibnu Sina meninggal pada Juni 1037, pada usia 58 tahun dan dimakamkan di Hamedan, Iran.
Ekstremis Pendiri Al-Qaeda Karya ilmiah Kontribusi Avicenna yang paling penting bagi ilmu kedokteran adalah bukunya yang terkenal Al Qanun Fi Al-Tibb (The Canon of Medicine), yang dikenal sebagai “Kanon” di Barat. Buku ini adalah ensiklopedia kedokteran lima jilid besar. Isinya mencakup lebih dari satu juta kata. Di dalamnya terdiri dari pengetahuan medis yang tersedia dari sumber kuno dan Muslim.
Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad kedua belas dan digunakan sebagai teks kedokteran standar di universitas-universitas Eropa hingga pertengahan abad 17. Karya besarnya yang lain adalah “The Book of Healing”, ensiklopedia ilmiah dan filosofis. Buku ini dimaksudkan untuk ‘menyembuhkan’ jiwa.
Itu dibagi menjadi empat bagian: logika, ilmu alam, matematika dan metafisika. Dalam teks medisnya, Ibnu Sina juga mengidentifikasi penyakit menular seperti TBC. Beberapa abad sebelum Louis Pasteur, dia juga menemukan kemungkinan penyakit menyebar melalui air dan tanah. Dia bahkan menyelidiki kesehatan emosional seseorang, jauh sebelum teknik biofeedback diperkenalkan.
Kontribusi lainnya antara lain deskripsi meningitis, berbagai bagian mata dan katup jantung, dan bagaimana saraf berkontribusi pada nyeri otot. Kemajuan yang dibuat dalam bidang anatomi, ginekologi, dan pediatri begitu canggih. Alhasil, bukunya segera menjadi buku teks utama yang digunakan di sekolah kedokteran Eropa hingga abad ke-17.
Dalam bukunya, ia mengembangkan sistem logikanya sendiri, logika Avicennian. Dalam matematika, Ibnu Sina menjelaskan tentang konsep aritmatika. Sementara dalam astronomi, dia mengusulkan bahwa Venus lebih dekat ke Matahari daripada Bumi. Dia juga menemukan alat untuk mengamati koordinat bintang, dan menyatakan bintang-bintang itu bercahaya sendiri.
Secara total, Avicenna menulis lebih dari 400 karya, dan sekitar 240 di antaranya masih bertahan. Simbol Pemberontakan Tanpa Akhir dari Amerika Latin Akal dan realitas Pencapaian Ibnu Sina menemukan kebenaran tertinggi ilmu, pantas mendapat perhatian. Konsepsi tentang realitas dan penalaran yang dia miliki berputar di sekitar Tuhan.
Sebagai prinsip dari semua eksistensi, dia berpandangan bahwa Tuhan adalah intelek murni, dan sumber dari segala sesuatu. Namun, karena βkebutuhanβ, manusia dipanggil untuk menggunakan konsep nyata yang sekarang disebut ilmu pengetahuan. Dengan demikian, manusia dipanggil untuk mengembangkan dan menggunakan aturan logika untuk memenuhi kebutuhannya.
Konsep dasar logika yang Ibnu Sina andalkan dikembangkan dari gurunya, Aristoteles. Dari konsep sang guru, dia menambahkan pandangannya tentang pentingnya kebutuhan manusia untuk mendapatkan pengetahuan untuk kemajuan hidupnya. Meskipun semua kecerdasan berasal dari Tuhan, menurutnya, kemampuan seseorang untuk memperoleh pengetahuan menentukan cara pandangnya.
Untuk mencapai itu, manusia perlu meningkatkan kehidupan mereka dengan mengembangkan keseimbangan antara kebutuhan fisik dan spiritual, dengan iman menjadi salah satu dari beberapa bahan utama yang menopang kehidupan. Menurutnya Tuhan sebagai titik tertinggi di atas intelek murni, tidak bertentangan dengan upaya manusia untuk mencari ilmu pengetahuan. Sebab dengan ilmu pengetahuan itu, manusia justru dapat lebih memahami keagungan Tuhan.