KITAB ADABUL ALIM WAL MUTA’ALIM BAB ADAB MURID TERHADAP GURU
Salah seorang tokoh kharismatik yang banyak berbicara tentang ilmu agama dan ilmu pengetahuan pada umumnya, khususnya yang terkait dengan ilmu pendidikan Islam, adalah K. H. Muhammad Hasyim Asy’ari. Salah satu kitab karangan beliau yang banyak berbicara tentang pendidikan agama Islam ialah Adabul Alim Wal Muta’alim. Pemikiran pendidikan K. H. Muhammad Hasyim Asy’ari senantiasa mendasarkan pada nilai-nilai moral
dan etik.
Sebagai seorang tokoh pemerhati pendidikan, pemikiran K. H.Muhammad Hasyim Asy’ari banyak ter refleksi dalam beberapa aspek, diantaranya terkait dengan pola hubungan guru murid:
1.Hendaknya murid tidak masuk ke tempat guru selain majelis umum kecuali dengan izin guru, baik guru lagi sendirian atau bersama yang lain, maka jika murid sudah minta izin tapi guru tidak memberi izin maka hendaklah dia pulang, dan jangan mengulangi minta izin. Dan jika murid ragu diizinkan guru atau tidak? Maka janganlah ia minta izin lebih dari 3 kali atau 3 kali mengetuk pintu. Dan hendaklah murid mengetuk pintu dengan ringan, dengan adab, dengan kuku jari, kemudian dengan jari- jari sedikit demi sedikit. Bila guru mengizinkan masuk sedangkan murid berombongan, maka majulah yang paling utama dan paling tua untuk masuk dan memberi salam kemudian diikuti yang utama terus yang utama dan seterusnya.
2. Hendaklah murid masuk ke tempat guru dengan sempurna tingkah laku, suci badan, pakaian, sudah memotong kuku dan menghilangkan bau tak sedap, terlebih lagi tatkala mau menuntut ilmu, majelis dzikir, dan perkumpulan ibadah. Dan tatkala dia masuk ketempat guru pada selain majelis umum sedangkan pada saat itu ada yang berbicara dengannya maka hendaklah mereka diam (tidak bicara). Atau murid masuk sedangkan guru lagi sendirian sedang shalat atau berdzikir, atau muthala’ah, maka hendaklah dia tinggalkan, diam, dan jangan memulai pembicaraan, tetapi hendaklah murid memberi salam dan keluar dengan cepat kecuali guru menyuruhnya untuk tinggal, dan apabila murid tinggal maka jangan lama kecuali guru menyuruh.
Dan apabila dia menghadiri tempat guru tetapi tidak mendapatkan kawan duduk maka hendaknya dia tunggu supaya tidak kelewatan pelajaran, dan janganlah dia mengetuk supaya guru keluar. Dan jika guru sedang tidur hendaklah murid sabar sampai guru bangun atau pulang dulu baru kembali lagi. Dan bersabar lebih baik baginya. Dan janganlah murid meminta waktu khusus untuk pribadinya jika murid adalah kepala/pimpinan (pembesar) dari orang yang sombong dan bodoh atas guru dan para murid.
Adapun jika guru memulainya (memberi) waktu tertentu atau khusus karena uzur yang menghalangi untuk hadir bersama jama’ah atau untuk kebaikannya maka tidak apa-apa.2. Hendaknya murid duduk di depan gurunya dengan adab, seperti duduk bersimpuh atas 2 lututnya atau duduk tasyahud dengan tidak meletakkan 2 tangannya di atas 2 pahanya, atau duduk bersila dengan tawadhu’, khudu’, tenang dan khusyu’, dan jangan menoleh kecuali darurat, bahkan dia menghadap guru dengan mendengarkannya, memandangnya, memahami perkataannya supaya dia tidak perlu pengulangan guru 2 kali, jangan menoleh ke kanan atau ke kiri atau ke atasnya tanpa ada hajat, terlebih lagi tatkala membahas,
jangan gelisah karena keramaian yang di dengarnya atau menoleh, jangan menutup lengan baju, jangan lesu dihadapannya, jangan mengganggu dengan tangan atau kakinya atau lainnya terhadap tubuh guru, jangan membuka mulutnya jangan membenturkan giginya, jangan memukul lantai dengan tapak tangan atau dengan jari-jarinya, jangan membelit jari- jari tangannya, jangan memain-mainkan sarungnya atau seumpamanya, jangan bersandar ke dinding ke bantal tatkala di hadapan guru,
jangan duduk menyampingi guru atau membelakanginya, jangan memegang tangannya ke belakang atau ke samping, jangan menceritakan sesuatu yang membuatmu tertawa atau yang cabol atau omongan buruk atau adab yang buruk, jangan tertawa tanpa keajaiban, jangan heran tanpa guru, jika dia tertawa hendaklah tersenyum saja tanpa suara, jangan meludah, jangan berdaham, jangan menampakkan ludah dari mulutnya tapi hendaklah diambilnya dari mulutnya dengan sapu tangan atau ujung bajunya,
apabila bersin hendaklah menekan suaranya dan menutup wajahnya dengan sapu tangan, apabila menguap hendaknya menutup mulutnya setelah menolaknya/menahannya jika dia beradab bersama teman-temannya dan para hadirin maka hendaklah membesarkan sahabat-sahabatnya dan menghormati yang lebih tua dan kawan- kawannya, karena adabnya terhadap mereka sama dengan adab kepada guru dan memuliakan majlisnya, jangan keluar dari barisan halaqah dengan maju atau mundur,
jangan bicara di tengah-tengah pelajaran dengan sesuatu yang tidak berkaitan atau yang bisa memotong pembahasan, jika sebagian murid menganiaya atas seseorang jangan membentaknya selain guru kecuali dengan isyarat, jika seseorang melecehkan adabnya atas guru wajib atas jama’ah membentaknya dan menolaknya dan menolong guru dengan kemampuannya, jangan mendahuluinya untuk menjelaskan masalah atau menjawab pertanyaan kecuali dengan izinnya, dan di antara membesarkan guru adalah jangan duduk di sisinya dan jangan di atas tempat shalatnya dan jangan di atas kasurnya, dan jika guru menyuruhnya maka janganlah dia lakukan kecuali apabila sulit menolaknya, maka tidak mengapa menjunjung perintahnya tatkala itu, kemudian kembali ke adabnya semula.
Dan sungguh manusia sudah membicarakan tentang 2 perkara ini yang lebih utama, menjunjung perintah atau menjalankan adab, maka yang terunggul merinci, jika guru mewajibkan perintahnya dengan kokoh maka menjunjung perintah lebih utama, dan jika tidak maka menjalankan adab lebih utama dengan maksud menampakkan menghormatinya dan perhatiannya maka hal itu berkaitan dengan sesuatu yang wajib di antara yang membesarkan guru dan beradab kepadanya.
3.Hendaknya murid membaguskan omongannya dengan guru sekemampuannya, maka janganlah dia katakan “karena apa?”, kami mengenali, siapa yang menuqil ini?; dimana letaknya?”, dan seumpama itu. Maka jika dia hendak mendapat faedah maka haluskanlah caranya. Kemudian dia di majelis yang lain lebih utama untuk mendapat faedah. Dan apabila guru menyebutkan sesuatu, maka janganlah murid katakan “demikian yang kamu katakan”, atau beresiko bagiku, atau demikian yang telah si fulan katakan”, atau si fulan telah mengatakan yang berbeda denganmu, atau ini tidak shahih.
Dan apabila guru mengatakan perkataan atau dalil yang salah karena lupa atau pendek pertimbangan pada saat itu, maka jangan merubah raut mukanya atau matanya tetapi dia mengambilnya dengan wajah yang ceria. Karena sifat ma’shum itu hanyalah bagi para Nabi Shalawatullah Wassalam Uhualaihim Ajma’in.