Abstraksi Tiga Tema Seminar Tafsir Munir
SYAIKH MUHAMMAD NAWAWI DI NUSANTARA DAN HIJAZ
Oleh: KH. Ahmad Baso
Di antara ulama tradisional-klasik yang terhitung sangat produktif adalah Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani. Disiplin ilmu yang beliau tulis pun sangat fariatif. Bukan hanya itu, karya-karya yang beliau lahirkan juga sangat luas mendapat apresiasi dari kalangan umat Islam. Istimewanya, sang mahaguru ini adalah asli putra Indonesia, yang kemudian mukim di Makkah Al-Mukarramah hingga wafatnya.
Karya-karya yang beliau tulis ini tentu lahir bukan secara kebetulan, tapi melalui proses yang sangat berliku dan mendalam. Di antara liku yang mesti beliau hadapi adalah kuatnya pendudukan penjajah Belanda masa itu di bumi Nusantara. Hal ini yang kemudian membuat sang mahaguru memutuskan untuk hijrah dan mukim di tanah haram. Namun, masa itu wilayah haram juga bukan tempat yang kondusif. Kurun itu adalah masa dimana gerakan Wahabi bersama Sa’ud Pertama telah menyeruak di Jazirah Arab. Sehingga para ulama sunni mesti harus berhadapan dengan gerakan baru tersebut, termasuk Syaikh Nawawi al-Bantani.
Namun di dua tempat yang tantangannya sama terjal ini, Syaikh Nawawi Banten tetap mampu berkarya hingga melahirkan karya-karyanya yang sangat rapi itu. Satu di antara karyanya yang diindikasikan mewakili kapasitas keilmuannya adalah tafsir Marahul Labied atau yang biasa dikenal dengan Tafsir Munir. Tak berlebihan ketika tafsir ini selesai ditulis, beliau mendapat undangan dari pihak Al-Azhar, Mesir, untuk menerima anugerah gelar “Sayyidi Ulama al-Hijaz. Tentu, masih banyak hal lain lebih rinci yang perlu kita kenali tentang perjalanan panjang beliau.
TAFSIR MUNIR DI ANTARA KITAB-KITAB TAFSIR YANG LAIN
Oleh: KH. Dr. Abdul Ghofur Maimoen
Berbicara tentang Tafsir Munir tentu memerlukan udaran yang agak paralel. Karena tafsir ini, walaupun bukan yang terakhir, ia termasuk lahir di kurun belakangan. Jejak nasab inilah yang oleh para santri mesti diurai. Sebab di antara kitab-kitab tafsir yang jumlahnya hampir tak terbilang dan wacananya yang laksana lautan tak bertepi, Tafsir Munir pasti mempunyai kedekatan gen dengan beberapa tafsir tertentu. Bukan hal yang mudah untuk memastikan dari mana silsilah tafsir ini berembrio, kendati hal tersebut bukan prasyarat yang mutlak. Ini tidak lain karena setiap karya pasti memiliki ciri khas tersendiri sekaligus perbedaan yang tidak dimiliki oleh karya yang lain. Sisi perbedaan dan kemiripan inilah sebagai hak paten setiap penulis yang penghargaannya harus dialamatkan kepada yang berhak.
Bagi santri, tidak mengenali kitab yang dikaji dari mana kitab tersebut bersilsilah merupakan aib tersendiri. Karena hal itu bisa menimbulkan klaim hasil pemikiran ulama tertentu sebagai buah pikirannya, dan ini tentu merupakan petaka yang tidak dihalalkan. Oleh karena itu memetakan jejak Tafsir Munir di tengah hazanah tafsir yang lain merupakan salah satu cita-cita penting seminar ini. Karena, kini mudah kita temui adanya orang yang suka mengklaim ini-itu tanpa menyertakan dari mana jejak orasinya tersebut berasal.
JEJAK TAFSIR MUNIR DI PESANTREN-PESANTREN NUSANTARA
Oleh: KH. Ahmad Najib Bukhari Lc
Merupakan anugerah tersendiri bagi Pondok Pesantren Al-Hikmah 2 yang berkesempatan menjadikan kitab Tafsir Munir sebagai salah satu kurikulum Ma’had ‘Aly yang diasuh langsung oleh fadhilatus syaikh KH. Masruri Abdul Mughni. Setelah sekian tahun dikaji, alhamdulillah kitab tersebut tahun ini selesai dikhatamkan. Tentu merupakan tugas tersendiri bagi santri untuk mencoba menganalisis, baik dari sisi historis maupun epistimologis, terkait dengan dipilihnya Tafsir Munir sebagai kurikulum di Pondok Pesantren Al-Hikmah 2 Benda, juga di sebagian pesantren yang lain. Karena disamping Tafsir Munir, masih banyak tafsir lain yang sangat mungkin untuk dijadikan kurikulum, baik karena faktor kuantitas maupun model uraiannya.
Untuk mengukur alasan tersebut tentu memerlukan beberapa piranti dan fakta pendukung yang agak akurat. Ini tidak lain karena tidak semua pesantren di Nusantara menggunakan Tafsir Munir, namun juga banyak yang menggunakan tafsir lain sebagai kurikulumnya, semisal tafsir Jalalain, Al-Maraghi, Ibnu Katsir, maupun lainnya. Menghitung akurasi Tafsir Munir dan tafsir–tafsir lain inilah harapan kami agar santri selalu bisa mengenali dinamika pesantren dari waktu ke waktu. Karena kini ada sebagian kitab tafsir yang diklaim oleh sebagian kelompok sebagai kitab tafsir yang tidak sekultur dengan tafsir semisal tafsir munir.
Wallahu A’lam bis Shawab…