Asal Usul Nama Burdah (2)
Muatan nilai sakral baju tersebut semakin besar, setelah pada 679, Mu’awiyah membelinya dari ahli waris Ka’ab seharga 10.000 dirham. Uniknya khalifah pertama Dinasti Umayyah itu kemudian memakainya seabgai busana kebesaran pada setiap ucapacara kenegaraan. Tujuannya satu, yaitu menabah pamor dan kewibawaan khalifah. Tradisi ini terus dilestarikan turun-temurun oleh para khalifah Dinasti Umayyah berikutnya.
Tradisi tersebut terus berlanjut bahkan setelah dinasti Muawwiyah runtuh dan diganti oleh Dinasti Abbasiyah. Dimulai ketika khalifah Ja’far al-Manshur, membeli baju itu – entah dari siapa – seharga 40.000 dirham dan memakainya sebagai busana kebesaran. Secara turun temurun , para khalifah Dinasti Abbasiyah melakukan hal yang sama.
Sampai akhirnya, ketika dinasti Abbasiyah runtuh di tangan pasukan Mongol, baju burdah tersebut hancur dibakar bersama khazanah Islam lainnya. Akan tetapi, sumber yang lain menyatakan bahwa baju bersejarah tersebut berhasil diselamatkan. Para Sultan Dinasti Ustmani (Ottoman) di Turki meneruskan jejak para khalifah Dinasti Umayyah dan Abbasiyah, yakni memakai baju burdah tersebut sebagai busana kebesaran pada setiap upacara resmi kerajaan. Konon, setelah pada 1922 Turki direformasi menjadi negara republic, baju burdah tersbut disimpan dengan baik di Museum Topkavi di Istanbul. Turki.
Sebuah perjalanan panjang yang mengagumkan. Selama kurang lebih 15 abad, baju burdah peninggalan Nabi Muhamamd tersebut berpindah-pindah dari dinasti ke dinasti, dari raja ke raja. Itulah sebabnya sangat wajar jika burdah memiliki kesan historis yang mendalam di hati umat Islam.
Sehingga begtu informasi tentang mimpi al-Bushiri merebak diperbincangkan, burdalh langsung menjadi nama yang bahka mampu mengalahkan nama aslinya. Nama-nama lain, semisal bur’ah (kesembuhan), yang sebenarnya lebih relevan karena sesuai dengan kesembuhan sang penyari beberapa waktu setelah penggubahan syair tetap kalah popular dengan nama burdah
Sumber : Burdah, antara kasidah, mistis dan sejarah. Penulis : Muhammad Adib, Penerbit : Pustaka Pesantren