Resapi Spirit Kemenangan
Perayaan kemerdekaan Republik Indonesia tahun ini terasa lebih spesial. Hari kemerdekaan yang tahun ini jatuh pada bulan Ramadhan seakan menjadi titik tilas jejak kemerdekaan di tahun 1945.
Enam puluh enam tahun lalu, dua orang proklamator bangsa, Soekarno dan Mohammad Hatta membacakan proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta tepat pukul 10.00 WIB. Bukan sebuah kebetulan tentunya, jika turunnya anugrah kemerdekaan bangsa itu jatuh pada bulan Ramadhan 1364 H. Fakta sejarah berbicara, bahwa teks Proklamasi bangsa yang diketik oleh Sajoeti Melik itu ditandatangani oleh kedua prokalamator pada waktu makan sahur Ramadhan 1363 H di rumah Laksamana Maeda (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi)
Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia..
Pagi harinya, Jum’at, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 WIB dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.
Setelah tiga setengah abad melakukan perjuangan tanpa henti, anugerah kemerdekaan bangsa itu akhirnya turun juga. Berdasar pelacakan penulis – sebagaimana disebut olah Moch. Thohari salah seorang tim ahli Falak Al Hikmah 2- tanggal 17 agustus 1945 adalah tepat dengan tanggal 9 Ramadhan 1363 H.
Terbayang bagaimana panjang dan berlikunya perjuangan meraih kemerdekaan bangsa sejak pertama kali penjajah menjejakkan kakinya di tanah air tercinta. Tak terhitung lagi, jumlah bunga bangsa yang gugur di medan laga perjuangan.
Semua elemen bangsa, termasuk para pejuang islam, bersatu padu menyatukan hati menggempur barikade penjajah. Tak ada embel-embel apapun, apalagi pamrih. Para pahlawan Islam ini turun ke medan pertempuran hanya mengharapkan satu diantara dua keutamaan, gugur sebagai syuhada atau hidup sebagai manusia merdeka.
Fakta sejarah berbicara, para pejuang Islam yang tergabung dalam laskar Hizbullah dan Sabilillah adalah laskar rakyat paling kuat yang pernah hidup di bumi Indonesia. Meskipun disisihkan dalam sejarah bangsa, keberadaan kedua laskar jihad ini jelas tak dapat dinafikkan.
Bahkan peran laskar pejuang Islam ini tidak berhenti sebatas pada usaha merebut kemerdekaan, setelah kemerdekaan pun laskar Kyai dan santri ini tetap eksis berdiri di garda terdepan perjuangan bangsa.
Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya menjadi bukti kedigdayaan para pejuang Islam. Pertempuran yang erat kaitannya dengan resolusi Jihad ini pada akhirnya mampu membakar semangat arek-arek Surabaya untuk bertempur habis-habisan melawan penjajah. Dengan semangat takbir Allahu Akbar yang dikumandanngkan oleh Bung Tomo, terjadilah perang rakyat yang heroik pada tanggal 10 November 1945 di Surabaya, sebuah pertempuran akbar yang kemudian hari dikenal dengan sebagai hari pahlawan.
Namun sayang, sebagaimana yang disebut Gugun El Guyanie dalam Resolusi Jihad Paling Syar’I, sejarah negri ini ternyata tidak pernah berkata jujur tentang peran laskar santri yang terhimpun dalam Hizbullah, mapun laskar Kiai yang terbagung dalam sabilillah, dalam berperang melawan penjajah. Sejarah yang diajarkan kepada anak-anak sekolah, juga tidak mengenalkan “ Resolusi Jihad” yang dikomandoi KH. Hasyim Asy’ari, yang mengeluarkan fatwa “ wajib” bagi setiap muslim untuk mempertahankan kemerdekaan.
Ramadhan : Sebuah Inspirasi Kemenangan
Bulan Ramadhan memberikan inspirasi luar biasa bagi perjuangan umat Islam. Salah satu perang paling heroik, Perang badar Kubra terjadi pada hari jum’at, 17 Ramadhan tahun ke-2 setelah hijrah. Fathu Makkah (pembebasan kota Makkah) terjadi pada bulan ramadhan tahun ke-8 Hijriah. Penaklukan kota Andalusia dibawah komando panglima tertinggi Thoriq bin Ziyad disebut juga terjadi pada bulan Ramadhan tahun 92 H.
Dalam semangat ramadhan, 313 pasukan muslim pimpinan Nabi Muhammad Saw pada perang badar kubra berhasil memporak-porandakan 1000 pasukan kafir Quraisy.Pada bulan ramadhan, bersama 12.000 kaum muslimin, Rasululullah Muhammad Saw membebaskan kota suci Makkah dari belenggu jahiliyah dan kekafiran.
Pada bulan ramadhan, Thoriq bin Ziyad dengan 12.000 tentara pejalan kakikanya atas izin Allah Swt mampu mengalahkan 100.000 tentara berkuda yang berada di negeri mereka sendiri yang tidak asing bagi mereka. Pada bulan ramadhan pula, setelah melalui perjuangan gigih tiga setengah abad tanpa henti, Allah Swt menurunkan anugrah terbesar bagi bangsa Indonesia, yakni kemerdekaan.
Ramadhan adalah spirit untuk mendongkrak prestasi. Meningkatkan prestasi menuju level tertinggi. Lapar dan dahaga yang dirasa karena shaum jelas bukan alasan untuk mengurangi semangat dan potensi meraih kemenangan.
Bulan ramadhan mengandung pesan jihad luar biasa. Pengertian jihad ini lebih komprehensif, karena yang dituju adalah mengorbankan segala yang kita miliki, baik tenaga, harta benda, atapun jiwa kita untuk mencapai keridhaan dari Allah; terutama jihad melawan diri kita sendiri yang disebut sebagai Jihadul Akbar, jihad yang paling besar.
Raih Kemenangan Sejati
Idul Fitri adalah hari penuh kesan dan makna. Hari raya yang sering disebut sebagai hari kemenangan ini senantiasa membawa kesan istimewa dan makna mendalam bagi setiap muslim di setiap tahunnya.
Terlebih bagi muslim di Indonesia, yang kental dengan beragam tradisi khas lebarannya. Di setiap tahunnya, selalu kita dengar bagaimana kisah jibaku para pemudik setiap kali jelang lebaran, bagaimana ributnya orang sekampung menyiapkan bermacam sajian dan kue khas lebaran, atau saksikan pula bagaimana sibuknya seluruh orang di penjuru kota tenggelam dalam geliat ekonomi yang meningkat tajam menyambut lebaran. Semua sibuk, semua ikut tenggelam dalam berkah jelang hari raya idul fitri.
Tidak cukup berhenti disana, seabrek agenda saat hari raya tibu pun telah di canangkan. Agenda silaturrahim ke segenap sanak keluarga, sahabat, kerabat, guru dan orang-orang berjasa dalam hidup. Melepas rindu yang bagi sebagaian orang telah tertahan dan terbenam sekian lama. Tak ada ganjalan di hari raya itu, setiap orang dengan mudah saling berucap maaf dan memafkan. Tak ada tendensi. Setiap orang mengikhlaskan sangkutan hak-hak adami yang mungkin pernah terjadi.
Bagi muslim yang diterima puasanya karena mampu menundukan hawa nafsu duniawi selama bulan Ramadhan dan mengoptimalkan ibadah dengan penuh keikhlasan, maka Idul Fitri adalah hari kemenangan sejati, dimana hari raya ini Allah Swt akan memberikan penghargaan teramat istimewa yang selalu dinanti-nanti oleh siapapun, termasuk para nabi dan orang-orang shaleh, yaitu ridha dan magfirahNya, sebagai ganjaran atas amal baik yang telah dilakukannya. Allah Swt juga pernah berjanji, tak satupun kaum muslimin yang berdoa pada hari raya Idul Fitri, kecuali akan dikabulkan.
Adalah Syeikh Abdul Qadir al-Jailany dalam al-Gunyah-nya yang menegaskan, bahwa sebaik-baik cara merayakan adalah idul fitri adalah menggunakan idul fitri sebagai ajang tasyakur, refleksi diri untuk kembali mendekatkan diri pada Alah Swt. Momen mengasah kepekaan sosial kita. Meraih kemenangan sepanjang waktu, dengan terus memperbaiki taqwa kepada Allah Swt. Karena sejatinya hanyalah orang-orang yang bertaqwa yang bakal meraih kemenangan sesungguhnya.
Sebuah pesan kemenangan yang semoga tak sekedar menjadi pemanis lisan saja, tapi meresap dalam sanubari setiap muslim. Tak lekang oleh berlalunya waktu, tetap ada dan mengembara dalam jiwa. Semoga.
Sumber : Majalah El-Waha Edisi IX.