Khazanah

MUI: Hukum “Rebonding” Tergantung Konteks

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan, hukum meluruskan rambut atau rebonding sangat terkait dengan konteksnya, namun hukum asalnya mubah dalam arti dibolehkan.

“Jika tujuan dan dampaknya negatif maka hukumnya haram. Sebaliknya, jika tujuan dan dampaknya positif maka dibolehkan, bahkan dianjurkan,” kata Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Dr Asrorun Ni`am Sholeh di Jakarta, Sabtu.

Menurutnya, rebonding sebagai sebuah cara untuk berhias diri, hukum asalnya dibolehkan sepanjang tidak menyebabkan bahaya, baik secara fisik, psikis, maupun sosial.

Dalam perspektif hukum Islam, menurut dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut, menjaga kebersihan dan keindahan sangat dianjurkan.

“Jika rebonding ditempatkan dalam konteks merawat tubuh dan menjaga keindahan, maka justru dianjurkan. Syarat lainnya, obat yang digunakan harus halal,” katanya.

Lebih lanjut Niam menyatakan, kontroversi hukum haram rebonding yang dihasilkan Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri se-Jawa Timur di Lirboyo, Kediri, beberapa hari lalu harus dipahami lengkap dengan konteksnya agar tidak menyesatkan masyarakat.

Menurutnya, penetapan haramnya rebonding bagi perempuan yang belum beristri dimungkinkan jika rebonding sebagai sarana terjadinya kemaksiatan.

“Jika tujuannya baik, misalnya agar rambut mudah dirawat dan dibersihkan, atau lebih mudah dalam pemakaian jilbab, rebonding justru dianjurkan. Bahkan bisa jadi wajib,” kata direktur Al-Nahdlah Islamic Boarding School Depok itu.

Dikatakannya, pemahaman hukum rebonding secara utuh sangat perlu untuk memberikan kepastian di tengah masyarakat sehingga tidak menyebabkan keresahan.

“Jangan sampai ini disalahpahami atau diinformasikan secara salah, sehingga membuat masyarakat resah,” katanya. (nu)

.

Related Articles

13 Comments

  1. Tapi pada kenyataannya, memang tidak sedikit orang yang melangkah tidak dalam kehati-hatian, misalnya saja orang yang mau rebonding, dia akan merasa segan menanyakan terlebih dahulu obat seperti apa yang dipakai untuk rebonding, belum lagi perawat salonnya kebanyakan waria, berarti rambut yang akan di rebonding sudah terlihat oleh orang yang bukan muhrim. maksud saya hanya segelintir saja orang yang benar-benar melakukan rebonding dengan tujuan yang benar-benar diperbolehkan bahkan dianjurkan. sekarang jika realita bahwa rebonding lebih banyak mendatangkan mudhorot dari pada maslahatnya apa hukum asal itu masih berlaku ???.

    1. kaidah fiqih. alaslu fisyai ibahah…. asalnya segala sesuatu mubah dalam arti dibolehkan. hukum asalnya bisa tetap dipakai selama tidak mendatangkan madhorot.

  2. klo menurut saya hukum rebonding itu boleh2 saja untuk indonesia bagian timur khususnya yg rambutnya kriting2….biar mereka bisa merasakan punya rambut lurus…hehehehehehe….

    tp klo untuk di negara cina, jepang, korea dan sebangsanya rebonding itu g laku….
    hahahahahaha…..

  3. ASTAGFIRULLOH, masa hukumnya boleh meluruskan rambut!!!, gimana sih antum bicara.
    sedangkan dalam qu’ran saja wanita WAJIB hukumnya menutup AURAT kecuali TELAPAK TANGAN dan sebagian MUKA, coba ANTUM KAJI lagi lebih dalam Tentang SYARIAT ISLAM yang diajarkan ROSULULOH SAW dan para SAHABATNYA beserta TABI’IN,
    SUKRON,
    Wasallam

    1. apa hubungannya rebonding dengan nutup aurat..? anda bicara diluar konteks… disitu juga dijelaskan jika alasan rebonding adl agar mudah menata rambut, memai jilbab….hadeh

  4. TO: antum ALUMNI MA

    ANTUM jangan bicara sembarang tentang SYARIAT islam dan juga tidak dengan GUYON, FAMIN!!!!+

  5. to hamba Allah: Itukan batasan aurat untuk sholat mas….. klo boleh tau ada g dalil yg menjelaskan cara aturan memakai jilbab yg seperti ninja….???

    kaidah fiqh:
    Al Ahkam taghyirul bil azman wal amkan…
    “hukum itu bisa berubah melihat waktu dan tempat”

  6. ini sebenarnya ngomongin rebonding apa aurat sih???
    MUI aja membolehkan hukum rebonding klo tdk mendatangkan mudhorot mah….titik.

  7. Kalo menurut aq, hukum piqih itu muncul dari kebiasaan orang-orang umumnya atau masyarakat yang di kaitkan dengan hukum syariat, selagi kebiasaan masyarakat itu tidak bertentangan dengan hukum syariat itu di perbolehkan, begitu sebaliknya apabila sejalan maka hukumnya boleh.

  8. Sebenarnya apa yg dijelaskan dalam artikel dan keputusan MUI sudah cukup pas.dan sy jg stuju dengan pendapat jihed dan alumni MA.tp lo blh sy mnambahi,mungkin ada satu hadist yg bs djadikan istimbat dalam masalah ini,hadist itu kurang lebih bunyinya:Innallaha jamiil wa yuhibbul jamaal,”yang artinya”sesungguhnya Allah itu indah dan Allah menyukai sesuatu yang indah”.jd qt sah-sah sj mempercantik dan merawat diri,selagi niat dan tujuan qt dlm koridornya.
    wat temen2 santri alhikmah,teruskan budaya diskusi ini,krn dengandiskusi kita bs saling bertukar pikiran.tp yg perlu kita garis bawahi,berdiskusi dengan bahasa santun dan jgn mudah terpancing emosi,OK…..?????????

  9. o y lupa….bwat pengelola,tlg kl menerbitkan artikel,klo bs artikelnya mengenai hukum atau masalah2 yg lebih urgen/penting,selain aktual dan up to date.msh banyak mslh2 yg lbh urgen da pd masalah rebonding

Tinggalkan Balasan ke alumnus MMA Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button